Regulatory Sandbox

Sandboxing adalah kerangka kerja yang memungkinkan teknologi atau produk baru diuji di lingkungan dalam skala terbatas untuk menguji kelayakan produk dalam pengaturan dunia nyata, menguji batas peraturan, dan reaksi konsumen dan pasar terhadap hal yang sama. Karena ada syarat batas, risikonya diminimalkan, dan penekanannya ada pada umpan balik dan pembelajaran. Hal ini memungkinkan regulator berkesempatan untuk “mengidentifikasi, memahami, beradaptasi, dan menanggapi produk dan layanan baru yang disrupt ini secara tepat waktu dan tepat” (Arner, 2017). Singkatnya, sandbox, Test, dan Learn atau Regulatory Labs (RegLabs) berfungsi sebagai eksperimen skala kecil (Wechsler et al., 2018). Secara konsep, hal ini telah berkembang sejak tahun 2012 pada sektor Financial technology (fintech) maupun bidang lain seperti kesehatan.

Konsep regulatory sandbox yang diterima di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/ POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan didefinisikan sebagai mekanisme pengujian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola Penyelenggara.

Secara historis, Biro Perlindungan Keuangan Konsumen A.S. memperkenalkan kerangka kerja regulatory sandbox pertama pada 2012 dengan nama Project Catalyst (CFPB, 2016). Sementara itu, nama regulatory sandbox dikenalkan oleh Pemerintah Inggris untuk menyebut kerangka kerja penyusunan regulasi yang sama untuk teknologi finansial pada 2014. Sejak saat itu, pendekatan penyusunan regulasi melalui regulatory sandbox dipakai di berbagai negara. 

Keuntungan paling signifikan bagi pemerintah adalah memahami teknologi baru dan dampaknya (secara positif dan negatif) terhadap konsumen, pasar, dan lingkungan pemerintahan. Cara ini dapat membantu pemerintah dalam memfokuskan strategi nasional – misalnya, Bank Thailand yang berfokus pada kode Quick Response QR untuk mendorong pembayaran lintas batas atau penggunaan Application Programming Interface API di Singapura untuk perbankan. Hal ini memungkinkan regulator untuk fokus pada “apa yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah” (Hedegaard, 2018). Ini merupakan sinyal kepada publik secara luas bahwa pemerintah ingin proaktif. Namun, hal tersebut memungkinkan publik dapat mengetahui bahwa mereka berhati-hati untuk memastikan keamanannya.