WEBINAR 2 – Peluang dan Tantangan Regulatory Sandbox Kesehatan Digital Untuk Mendukung Eliminasi Malaria
(Opportunities and Challenges of Digital Health Regulatory Sandbox to Support Malaria Elimination Program in Indonesia)
Semenjak Pandemi Covid-19, penggunaan telemedicine oleh masyarakat terus meningkat. Pada bulan Mei 2020, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa penggunaan telemedicine melalui aplikasi yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan meningkat dari sebelumnya 4 juta menjadi 15 juta. Sayangnya, regulasi yang terinci mengenai telemedicine untuk menjamin mutu dan keamanan layanan tersebut untuk para pengguna belum tersedia, meskipun Surat Edaran dari Kemenkes yang memberikan fleksibilitas pelayanan kesehatan berbasis teknologi informasi telah tersedia.
Pada saat pandemi, beragam inovasi untuk respon dan pengendalian Covid-19 bermunculan. Kompleksitas inovasi yang disruptif memperlukan pendekatan baru dalam regulasi kesehatan. Salah satunya adalah Regulatory Sandbox. Indonesia, mengikuti beberapa negara lain, sebenarnya juga telah menerapkan Regulatory Sandbox, melalui Otoritas Jasa Keuangan sejak 2018. Namun, pendekatan tersebut difokuskan untuk teknologi finansial dan telah berhasil melibatkan sejumlah start up tekfin mengikuti ruang uji coba terbatas tersebut sampai mendapatkan izin. Di sektor Kesehatan, Kementerian Kesehatan Singapura telah menerapkan Regulatory Sandbox untuk telemedicine dan mobile health.
Dengan Regulatory Sandbox, sebuah peraturan dapat diuji berdasarkan kondisi riil yang ada di masyarakat dengan lebih cepat dan tepat. Hal ini dibutuhkan mengingat pembentukan regulasi di tingkat nasional membutuhkan waktu yang cukup lama dan sumber daya yang lebih besar. Regulatory Sandbox juga dapat menjembatani kebutuhan antara perkembangan industri kesehatan digital dengan kebutuhan regulator kesehatan karena proses Regulatory Sandbox mengharuskan kedua sektor untuk saling bekerjasama secara intensif.
Dalam rangka percepatan pembangunan tata kelola telemedicine yang baik, Tim Peneliti Tata Kelola Malaria dari Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan pendanaan dari Riset Inovatif-Produktif (RISPRO) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan menghadirkan seminar daring bertajuk “Opportunities and Challenges of Digital Health Regulatory Sandbox to Support Malaria Elimination” pada tanggal 24 September 2020.
Praveen Raj Kumar dari Ministry of Health Singapore mengungkapkan pengalaman Singapura dalam menerapkan Regulatory Sandbox untuk melindungi keselamatan pengguna layanan telemedicine dari berbagai startup kesehatan.
Melalui program yang dikenal dengan nama Licensing Experimentation and Adaptation Program (LEAP), regulasi tidak lagi bersifat reaksioner tetapi antisipatif. Meskipun, undang-undang mengenai telemedicine baru akan diluncurkan pada tahun 2022, akses konsumen terhadap layanan telemedicine yang berkualitas dijamin oleh pemerintah melalui terlisensinya beberapa startup telemedicine.
Lim Wei Mun, CEO Doctor Anywhere, salah satu startup yang sukses melewati program Regulatory Sandbox mengungkapkan manfaat program tersebut bagi perusahaan rintisan.
Menurut Lim Wei Mun, investor merasa lebih aman saat berinvestasi kepada start-up.
Saat memperluas bisnisnya ke luar Singapura, label terlisensi dalam program Regulatory Sandbox juga memberikan nilai tambah.
Pengalaman penerapan regulatory sandbox untuk teknologi finansial diuraikan oleh Maskum, advisor Inovasi Keuangan Digital di Otoritas Jasa Keuangan. Melalui pendekatan light touch and safe harbor, OJK berharap agar perkembangan teknologi tidak terestriksi oleh peraturan yang kaku. Perusahaan rintisan yang sukses menjalani program Regulatory Sandbox di OJK semakin bertambah dengan berbagai kekhususan dalam bidang teknologi finansial.
Dari sudut pandang hukum, Rimawati, dosen dari Fakultas Hukum UGM mengemukakan pentingnya hukum progresif dalam mengantisipasi inovasi disruptif yang secara realitas hukum sering kali tidak sejalan dengan peraturan hukum (positif) yang sudah ada.
Regulatory Sandbox, sebagai salah satu bentuk hukum progresif, dimungkinkan diterapkan di sector Kesehatan sepanjang tidak mencederai kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan masyarakat.
Saat ini, tim peneliti dari Pusat Kedokteran Tropis UGM sedang merumuskan model tata kelola Regulatory Sandbox untuk mendukung eliminasi malaria. Sebelumnya, tim penelit telah mengembangkan model digital untuk pemantapan mutu eksternal (PME) diagnostik malaria yang telah mendapatkan pengakuan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Kebijakan program malaria mengharapkan agar 90% fasilitas pelayanan kesehatan mampu menerapkan Pemantapan Mutu Eksternal (PME). Kenyataannya, hanya 10% yang mampu. Adanya regulasi yang melibatkan berbagai pihak (termasuk pelaku teknologi seperti start up) dalam mendukung program eliminasi malaria, diharapkan dapat meningkatkan capaian PME dan jaminan mutu dalam diagnostik malaria. Tata kelola yang baik di bidang telemedicine juga dapat mendukung target eliminasi malaria sepenuhnya di tahun 2030.
Tim peneliti berharap agar pihak yang berwenang segera memanfaatkan regulatory sandbox sebagai salah satu terobosan kebijakan untuk mendukung akses pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui inovasi digital di era adaptasi kebiasaan baru.
Video Rekaman Webinar 2 dapat diakses disini :
https://www.youtube.com/watch?v=YHd2n-tTryk&list=PLxNaNZSz-Nlrk1PaQhh7BEbtMqeE64w18
Rilis telah dimuat di link berikut :